Sabtu, 25 Februari 2012

Posted by anak baru GEDE |

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
KATA PENGANTAR
Buku ini mencakup pengenalan ringkas tentang sejarah Al-Qur'an dari segi penulisan dan koleksinya. Barangkali muncul pertanyaan dari kalangan pembaca mengapa sepertiga isi buku ini mengupas Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru segala. Apa ada kaitannya dengan sejarah A1-Qur'an. Kami berharap pertanyaan ini dapat terungkap secara rinci melalui bab-bab yang menyentuh akar permasalahan. Sebenarnya fikrah penulisan tentang koleksi dan pemeliharaan Al-Qur’an yang demikian unik telah mengusik pikiran kami sejak tiga setengah tahun yang silam. Buku yang sedang Anda baca ini, kami kerjakan bersamaan dengan tulisan lain tentang Metodologi Studi Keislaman. Tulisan Toby Lester (seorang wartawan) yang dimuat di The Atlantic Monthly bulan Januari, 1999, berusaha mengacaukan pikiran yang sedemikian parah di kalangan umat Islam dan telah membakar semangat konsentrasi penulisan. la mengatakan, "Kendati umat Islam percaya Al-Qur’an sebagai kitab suci Allah yang tak pernah ternoda dari pemalsuan mereka, tak mampu mengemukakan pendapat secara ilmiah." Tantangan ini mengemuka dan kami merasa terpanggil menghadapinya dengan mengupas tentang metode penelitian yang layaknya dipakai oleh ilmuwan di masa silam dalam menerima teks Al-Qur'an yang benar dan sikap penolakan mereka terhadap pemalsuan. Hal ini pula yang menyebabkan terjadinya pengulangan yang tak terelakkan dari beberapa materi buku ini. Karena sebagian besar ilmuwan, seperti dikutip oleh T. Lester, terdiri dari kaum Yahudi dan Kristen, maka kesimpulan kami akan dirasa tepat guna mengadakan pembedahan secara tuntas terhadap Kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama sebagai studi banding. Dengan cara ini diharap dapat membantu para pembaca dalam menyikapi perbedaan pendapat antara cendekiawan muslim dan para orientalis secara objektif dan kritis. Dengan memberi penekanan pendapat tentang transformasi teks ­Al-Qur'an seutuhnya secara lisan, kalangan orientalis berusaha menepis sejarah penulisan dan kompilasinya di masa Muhammad . (Banyak di antara mereka yang menepis anggapan bahwa hasil kompilasi di masa khalifah Abu Bakr dan sebagian yang lain lebih dapat menerima upaya yang dilakukan oleh ‘Uthman. Hanya selisih lima belas tahun setelah wafatnya Rasulullah dengan distribusi naskah Al-Qur'an ke pelbagai wilayah Dunia Islam. Dengan melihat rentang masa dan kekeliruan yang amat mendasar, kalangan orientalis berusaha memaksakan pendapat tentang kemungkinan terjadinya kesalahan yang menyeruak ke dalam teks Al-Qur'an di masa itu. Herannya, pa:a ilmuwan Kitab Injil selalu menganggap benar sejarahnya, meskipun beberapa Kitab Perjanjian Lama ditulis berdasarkan transformasi lisan setelah berselang delapan abad lamanya.1 Perhatian utama kaum orientalis tercurah pada aspek naskah bahasa Arab dengan menyentuh segi-segi kelemahannya, kendati hanya setengah abad setelah wafatnya Rasulullah dalam penyusunan naskah tulisan dan meng­hilangkan asal usul yang memiliki dwimakna. Mereka menuduh periode ter­sebut sebagai distorsi penting terjadinya pemalsuan teks asli, kendati dengan cara ini mereka menolak anggapan sebelumnya tentang keberadaannya secara lisan yang pada hakikatnya, orang-orang pada masa itu telah menghafal Al­Qur' an dan bahkan memiliki naskah tertulis. Oleh karena itu, "naskah yang tidak lengkap" tidak memberi pengaruh sedikit pun dalam rentang masa lima puluh tahun. Sebaliknya naskah bahasa Yahudi, yang mengalami transmisi saat kembalinya orang Yahudi itu dari Babilonia ke bumi Palestina sejak masa penawanan, sama sekali tanpa bukti ilmiah dan hal demikian berlaku selama dua ribu tahun hingga terjadinya kontak dengan orang-orang Arab Muslim yang memacu mereka dalam hal tersebut. Adanya anggapan bahwa selisih waktu lima puluh tahun sebagai pembuktian hancurnya naskah Al-Qur'an dan kemungkinan adanya keragu-raguan, sangat tidak masuk akal. Di waktu yang sama Kitab Perjanjian Lama mengalami kesenjangan masa transmisi lisan selama dua abad. Melalui argumentasi dan bukti-bukti yang meyakinkan, pada masa itu terdapat Mushaf Hijazi sejak abad awal Hijriah (akhir abad ke-7 dan permulaan abad ke-8 Masehi). 2 Selain itu, juga terdapat bukti kuat adanya beberapa bagian naskah AI-Qur'an yang ditulis pada permulaan abad pertama. Menolak anggapan akan nilai lembaran tulisan itu, para orientalis beranggapan bahwa mereka terlambat dalam membuktikan teks Al-Qur'an yang bersih dari noda hitam. Mereka lebih senang mengikuti anggapan serta pendapat yang tak dapat dipertanggung jawabkan.3 Dengan membandingkan kesempurnaan naskah tertua yang ditulis pada pertnulaan abad ke-11 Masehi,4 dan naskah Kitab Injil bangsa Yunani yang ditulis pada abad.ke-10 Masehi,5 tampaknya sikap dan perhatian seperti itu tidak dapat diterapkan di sini. Ketidaksesuaian sikap terhadap Al-Qur'an di satu sisi, dan Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru di sisi lain, dapat diterapkan jika sekiranya kita hendak membuat penilaian terhadap nilai keutuhan Al-Qur'an. Praktik yang telah mapan sejak lahirnya sejarah literatur keislaman mem­beri isyarat bahwa setiap teks keagamaan (hadith, tafsir, fiqh dll.) transmisinya hanya dapat dilakukan oleh mereka yang pernah belajar langsung dari penulis dan kemudian mengajarkan pada generasi berikutnya. Transmisi secara utuh selalu dipertahankan guna memberi peluang pada kita agar dapat menatap secara tajam terhadap asal usul tiap buku yang berkaitan dengan hukum Islam,6 sekurang-kurangnya pada permulaan abad pertama-suatu metode pembuktian kesahihan yang tidak mungkin tersaingi oleh siapa pun hingga saat ini.7 Jika kita hendak menerapkan prinsip dasar sistem transmisi literatur Muslim pada semua buku apa saja yang tersedia guna membuktikan keabsahan pengarang­nya merupakan hal yang tak mungkin dapat dilakukan. Selain Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ditulis tanpa nama, bagaimanapun, tradisi keilmuan Barat merasa lebih senang memberi legitimasi sejarah daripada sistem mata rantai transmisi, yang senantiasa dipandang dengan sikap ragu dan kurang memadai. Setelah kami teliti kedua metode Muslim dan Barat, hasil yang ada kami serahkan sepenuhnya pada para pembaca untuk memberi kata kunci mana di antara keduanya yang lebih masuk akal. Yahudi dan Kristen tidak diragukan lagi merupakan agama, seperti ter­catat dalam sejarah. Hanya saja sikap keragu-raguan muncul dalam hal penulisan Kitab Perjanjian lama dan Perjanjian Baru. Tentunya jawaban itu tidak dapat dikemukakan secara sederhana. Pada mulanya Kitab Perjanjian Lama dianggap sebagai karya wahyu Ilahi, namun pada masa berikutnya dianggap sebagai karya Nabi Musa. Teori terakhir mengatakan bahwa beberapa sumber (lebih dari seribu tahun) bertambah akan adanya lima kitab karya Nabi Musa.8 Siapa sebenarnya para penulis gurem itu? Bagaimana sikap kejujuran dan akurasi mereka? Sejauh mana dapat tepercaya pengetahuan mereka tentang ke­jadian-kejadian yang terlibat di dalamnya? Adakah mereka ikut berperan dalam peristiwa yang terjadi? Dan sejauh manakah buku-buku yang tersedia dari peristiwa yang ada dapat sampai ke tangan kita? Dari fakta yang dapat dilacak, semua Kitab Perjanjian Lama muncul ke atas pentas lalu tenggelam beberapa ratus tahun kemudian sebelum muncul kembali secara tiba-tiba.9 Kemudian kitab-kitab itu kembali tenggelam tanpa bekas selama beberapa abad, yang kemudian tiba-tiba ditemukan kembali. Coba bandingkan cerita sejarah ini dengan ribuan manusia berjiwa saleh yang hidup mengelilingi Nabi Muhammad dan berperan secara aktif di saat perang dan kedamaian, di kala susah dan senang, semuanya terlibat dalam proses dokumentasi tiap ayat Al-Qur'an dan hadith. Sejarah hidupnya membentuk rangkaian peristiwa yang tajam - a poignant chronicle -kendati para orientalis kebanyakan menolak dan menganggap masalah ini sebagai cerita fiktif di mana menurut pendapat Wansbrough laksana percontohan "kedamaian sejarah", tanpa menyadari apa yang sebenarnya telah terjadi. Sementara itu, para ilmuwan lain secara aktif terlibat dalam penghapusan riwayat keagamaan mereka karena semata-mata menginginkan sesuatu yang baru di mana dapat kami sajikan secara sekilas cerita penyaliban Jesus. Pendapat Yahudi ortodoks menegaskan,
untuk selengkapnya klik link download dibawah ini

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman